Rabu, 12 September 2007

KABUPATEN MALINAU SEBAGAI KABUPATEN KONSERVASI

Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Konservasi Sumberdaya Alam diartikan sebagai Pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamnnya.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati diartikan sebagai Pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman nilainya.

Dengan demikian, menyimak kedua pengertian diatas, maka Kabupaten Konservasi secara sederhana dapat diartikan sebagai “Suatu wilayah Kabupaten yang secara keseluruhan dinyatakan sebagai kawasan konservasi, dimana sumberdaya alam yang tidak terbaharui secara bijaksana dikelola untuk menjamin pemanfaatannya, serta sumberdaya alam yang terbaharui secara bijaksana dikelola pemanfaatannya guna menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragamn nilainya .

Terkait dengan pengertian ini, maka usaha-usaha konservasi meliputi kegiatan–kegiatan:

1. Melindungi sistem penyangga kehidupan.

2. Pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terbaharui (bahan tambang) secara bijaksana

3. Pengawetan sumber daya alam yang terbaharui (keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya) dengan pemanfaatan secara lestari.

Pembentukan Kabupaten Konservasi mengacu pada kegiatan-kegiatan yang lebih ramah terhadap lingkungan yang mengedepankan penyelamatan lingkungan melalui konsep yang lebih inovatif dalam pelaksanaanya. Pemanfaatan sumberdaya hutan dengan prinsip kehati-hatian dan lestari merupakan salah satu bentuk upaya konservasi.

Disamping kegiatan yang berhubungan dengan perlindungan, pemanfaatan dan pengawetan sumber daya alam baik yang ttidak terbaharui serta yang terbaharui, Kabupaten Konservasi juga menetapkan persyaratan bahwa untuk pertumbuhan ekonominya harus pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan serta melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam hal menekan Green House Effect.

Malinau Kabupaten Konservasi

Kabupaten Malinau merupakan salah satu daerah yang memiliki areal hutan yang luas. Oleh karena itu daerah ini memiliki karakter tersendiri, sehingga sering dijuluki sebagai “The Heart of Borneo”. Dengan areal hutan yang dimiliki sekarang ini, cukup menjanjikan untuk kemajuan Kabupaten Malinau di masa yang akan datang, dan hal ini disebabkan karena hutan yang ada di Kabupaten Malinau memiliki kekayaan yang tinggi dan beraneka ragam, baik flora maupun faunanya.

Namunpun demikian, mengingat fungsi hutan tidak semata-mata hanya untuk kepentingan ekonomis saja, dan pemanfaatannya dapat berdampak secara global, maka Pemerintah Kabupaten Malinau melalui sejumlah pertimbangan, mengusulkan suatu program konservasi alam yang wilayah cakupnya adalah seluruh wilayah Kabupaten Malinau. Pengertian konservasi alam disini, tidak diartikan semata-mata hanya menjaga dan memelihara hutan yang ada, namun yang dikedepankan justru pemanfaatan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kekayaan hutan yang dimiliki. Tentu saja hal ini sangat tergantung pada peran serta dari seluruh pihak yang ada, karena jasa lingkungan yang diberikan tidak hanya dirasakan oleh Kabupaten Malinau, namun juga akan dirasakan secara regional
Sebagaimana diketahui bahwa dari luas + 42.620,70 km2 yang dimiliki oleh Kabupaten Malinau, sebesar 90% dari wilayah tersebut merupakan kawasan hutan. Kawasan lindung/kawasan konservasi yang ada terdiri atas : 1 Unit Taman Nasional, 8 unit hutan lindung. Taman Nasional yang ada di Kabupaten Malinau mempunyai luas total + 1.030.170 ha dan luas hutan lindung yang dimiliki adalah seluas + 744.647 ha. Keberadaan Taman Nasional, pada salah satu sisi merupakan suatu kebanggaan, karena merupakan asset Nasional bahkan Internasional. Namun pada sisi lainnya, akan mengurangi ketersediaan lahan untuk budidaya. Selain itu, pemanfaatan akan sumberdaya alam yang berada di kawasan Taman Nasional menjadi sangat terbatas, mengingat pemanfaatan sumberdaya alam yang secara berlebihan, akan mengganggu keseimbangan ekosistem di kawasan Taman Nasional.

Adapun hal-hal yang mendasari pengusulan penetapan Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi, adalah sebagai berikut :

1. Dari letak geografis, Kabupaten Malinau merupakan daerah perhuluan beberapa sungai besar di Kalimantan Timur, sehingga secara ekologis berfungsi sebagai pengatur tata air bagi daerah hilirnya. Perlu diketahui bahwa Taman Nasional Kayan Mentarang mempunyai arti penting bagi Propinsi Kalimantan Timur, karena sungai-sungai besar yang berhulu di Taman Nasional Kayan Mentarang melintasi 3 daerah Kabupaten : Nunukan, Bulungan serta Malinau, dan apabila keseimbangan tata guna air pada sungai-sungai besar tersebut sangat tergantung pada tingkat kerusakan hutan pada Taman Nasional Kayan Mentarang, maka dampak yang timbul akibat dari kerusakan tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh Kabupaten Malinau saja, namun beberapa daerah lainnya di Provinsi Kalimantan Timur juga akan turut menanggung akibatnya.

2. Dengan luas kawasan lindung yang dimiliki oleh Kabupaten Malinau, berakibat pada tugas dan tanggung jawab yang dimiliki menjadi semakin berat. Pengamanan kawasan lindung (Taman Nasional dan hutan lindung) pada prinsipnya masih berada di tangan Pemerintah Pusat, yang dalam hal ini berada dibawah pengawasan Departemen Kehutanan, pada kenyataannya pelaksanaan pengawasan oleh Pemerintah Pusat tersebut tidak dapat dilaksanakan secara maksimal akibat jauhnya jarak kawasan lindung yang harus diawasi. Sehingga Kabupaten Malinau sebagai daerah yang terdapat kawasan lindung didalamnya, merasa ikut bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap kawasan tersebut.

3. Luas hutan yang ada merupakan suatu unit besar pengolah sejumlah gas-gas buangan (utamanya CO2) menjadi Oksigen (O2) yang sangat diperlukan bagi kehidupan seluruh mahluk di dunia, karena tumbuhan dipercaya mampu menyerap CO2 untuk dikonversi menjadi O2 yang merupakan zat yang sangat diperlukan untuk kehidupan. Semakin pesat perkembangan industri diseluruh belahan bumi, maka peningkatan jumlah gas-gas buangan juga semakin meningkat, dan pada tingkat yang lebih lanjut dapat menimbulkan efek gas rumah kaca, sehingga peran hutan untuk mengonversi gas-gas buangan tersebut tidak dapat tergantikan.

4. Pemberian kewenangan yang lebih luas kepada Daerah, melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang tinggi, termasuk didalamnya upaya penyelamatan lingkungan hidup.

5. Konsekuensi pemberian kewenangan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga Daerah diwajibkan untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari sumberdaya yang dimiliki sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pengembangan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari pemanfatan sumberdaya alam langsung atau tidak langsung akan berdampak pula pada perubahan lingkungan. Mengkonversi hutan untuk kepentingan lain dan pemanfaatan hasil hutan secara berlebihan, berakibat pada berkurangnya kemampuan hutan untuk mengkonversi gas-gas bungan menjadi oksigen. Pemanfatan kekayaan bahan tambang dan sejumlah aktivitas lainnya, akan berdampak pada berkurangnya/hilangnya kemampuan alam untuk menjaga keseimbangan lingkungan, serta berkurang/hilangnya sejumlah habitat asli. Belum lagi sejumlah dampak negatif lainnya seperti : bencana banjir, kurangnya persediaan air, terjadinya lahan kritis dan sebagainya. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya alam harus dilakukan secara bijaksana serta hati-hati.